“Cerai…aku mimpi bu, ada awan yang membumbung ke langit,
tinggi…tinggi sekali, kemudian didalam awan tersebut terdapat tulisan;
CERAI.. ce-rai…” demikian
keluh Aldy pada ibunya. “hfh…bunda juga tak tahu nak apa yang harus
bunda lakukan, hati bunda kacau, bunda nggak bisa mikir, Aldy tidur lagi
saja ya…”
“Ya bunda… Bun, ayah belum pulang ?”
”Sebentar lagi nak,tadi sudah sms.”
Konsolidasi di lakukan berkali–kali dalam rumah tangga Hatta dan
Niisa, setelah terjadi perselingkuhan tanpa sengaja, dengan alasan iseng
dan bosan pada rutinitas rumah tangga, yang menurut Hatta begitu–begitu
saja. Dimulai dari kesibukan Niisa menerima jahitan yang semakin lama
semakin berkembang, sampai-sampai saking asyiknya, Niisa bisa lupa
menyiapkan makan malam, terkadang tak dengar ucapan suaminya dan
menjawab sekedarnya saja, dan Niisa kembali terbenam dalam orderan demi
orderan para ibu yang menyukai jahitan halusnya. Kata Bu Yani :
”tanganmu tangan malaikat, jahitanmu lebih halus dan bagus dari pada
kalau aku beli di boutiq loh Niis, kawan–kawanku bilang baju–bajuku
sekarang kelihatan membuatku anggun, aku pesan 3 lagi ya Niis buat
tanggal 26 juni, 3 minggu lagi,bisakan niiss…?!” Bermula dari satu,
tiga, sekarang Niisa sudah menerima puluhan orderan, namun Niisa
kesulitan menggaji orang yang memiliki taste menjahit dan kelembutan
cita rasa seperti dirinya. Buat Nissa menjahit adalah bagian dari seni
dan ekspresi, keindahan yang dapat di ungkapkan melalui benang dan
sulaman pada ujung gaun buatannya dan tak bisa di serahkan begitu saja
pada orang lain. Semua keasyikan Niisa semula di dukung Mas Hatta bahkan
di syukuri, karena Niisa sedikit banyak membantu penghasilan keluarga,
dan hal ini diakui Mas Hatta sendiri bahwa sekarang penghasilan Niisa
dari menjahit sudah 3 kali lipat di bandingkan gaji Mas Hatta di kantor
imigrasi, bahkan Mas Hatta pun sudah mulai berfikir untuk membuatkan
ruangan tambahan di depan rumah buat showroom Niisa dan juga menyicil
mobil avanza, dengan bantuan DP mobil dari tabungan Niisa, bahkan Mas
Hatta membuatkan stnk atas nama Niisa hingga akhirnya…
Ombak yang bernama selingkuh itu, mampir pada rumah tangga mereka.
Pertemuan Mas Hatta dengan Mbak Aning di dealer mobil yang membantu Mas
Hatta mengurus surat–menyurat kendaraan beroda empat, dan juga
advice-advice aning begitu memikat (maklum untuk menarik hati pembeli,
setiap sales marketing di bekali ilmu ”merayu hati pembeli”), dan Mas
Hatta bukan saja ingin membawa pulang mobil namun juga ingin membawa
pulang Mbak Aningnya sekalian.
Kesibukan Niisa pada jahitan yang semakin bertambah dan ide–ide serta
kreasi sulaman baru yang di pelajarinya dari kursus modiste, membuat
gairah Niisa semakin tinggi dan keasyikannya membuat Niisa lupa bahwa
sudah beberapa minggu ini suaminya selalu tak makan di rumah, dan sudah
beberapa hari ini, tak ada telepon ataupun sms dari suaminya, yang
biasanya kerap berdatangan bahkan hampir setiap jam, yang dulu membuat
niisa merasa kesenangannya menjahit terganggu. Maka tiba–tiba Niisa
merasa rindu dan rasanya ada sesuatu yang hilang, hati Niisa menjadi
tidak nyaman, perlahan Niisa memencet tuts hp tuanya yang belum di
ganti, karena kesibukan Mas Hatta, sehingga janji untuk membelikan Niisa
hp baru yang lebih canggih terlupa, Niisa pun mencoba menghubungi
suaminya, namun beberapa kali di hubungi jawabannya”not in the service
area” dengan gelisah niisa menumpukkan potongan potongan kain yang sudah
di bentuk menjadi pola kebaya modern. Dua jam kemudian terdengarlah
dering suara hp Niisa dengan suara cerah suaminya : ”kenapa Niis? kamu
telepon?”
”yaa…mas di mana? Kok ngak di angkat?”
”mas di sini-sini aja kok Niis, lagi banyak kerjaan, sudah makan sayang?”
sejenak hati Niisa tak enak, sejak kapan Mas Hatta memanggilku sayang dan menanyakan aku sudah makan atau belum.
Kata cerai, akhirnya terucap dari bibir Niisa, ketika suatu pagi
Niisa mendapati suaminya terburu–buru pergi dan lupa me-log out
facebooknya, dengan iseng Niisa menelusuri imbar facebook suaminya dan
terlihat sisa chating dengan seorang perempuan bernama Aning, dan di
tutup dengan ucapan : ”Ok, sayang, aku segera menjemputmu, CU,Bye my
love.”
Dalam tangisnya di tempat sujud, Niisa hanya dapat berdoa ; ”engkau
berikan dia sebagai suamiku, seperti permintaanku dulu -berikan aku
seorang suami, seorang qowam yang mampu melindungiku dan membawaku ke
surga, bila baik dia untukku, kembalikan dia, bila tidak, pisahkanlah
dia dariku dan biarlah engkau sebaik–baik pelindung bagiku.”
Sementara di kamar yang lain Aldy berdoa; ”Ya AllAh, semoga ayah dan
bunda tidak bercerai, karena Aldy takut dan malu dengan kawan–kawan bila
orang tua Aldy bercerai, dan Aldy tidak mau berpisah dengan ayah,
jangan ambil ayah Aldy yaa AllAh, jangan berikan ayah pada perempuan
selain bundaku, bagaimana caranya agar mereka tidak bercerai ya Allah,
tolonglah aku, oh ya namaku aldy, anak Bu Niisa, ayahku Pak Hatta, ya
Alloh,” gumam Aldy sambil menutup mukanya yang basah bersapukan air
mata.
Hmm…sejenak aku berfikir siapakah yang menjadi korban utama dari pada
sebuah perselingkuhan yang mengakibatkan perceraian? Apakah adil bila
anak–anak selalu menjadi korban atas keisengan, kesibukan, pertengkaran
dan hawa nafsu orang tua? Bila aku menjadi Aldy aku akan berteriak di
atas awan dimanakah letak keadilan pada anak–anak?
http://www.eramuslim.com/pendidikan-keluarga/pendidikan-pk/oombak-itu-bernama-selingkuh.htm#.VNrlvyzpXus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar