Ka KUA Danurejan |
Selaku Ketua Pokja KUA Kecamatan se-Kota Yogyakarta, Tarso, S. Ag., MSI., menghadiri
Raker Kanwil Kemenag DIY di Asrama Haji mulai hari Selasa-Kamis, 07-09
April 2015. Acara ini dihadiri KaKanwil Kemenag, Prof. DR. H. Nizar, M.
Ag., Ka Bag TU, Para Kabid dan Pembimas, Kepala Kankemenag
Kabupaten/kota, Para Kasi Kanwil maupun Kankemenag Kabupaten/kota, Kasub
Bag TU, Kepala MAN, Kepala MTs N, Kepala MIN, K3K MAN, K3KMtsN, K3k
MIN, Ketua Pokja KUA, Ketua Pokja Penyuluh Se- DIY. Ka Kanwil Kemenag
dalam sambutannya menyampaikan 3 hal,
sebagai berikut:
1. Raker ini bersifat ritual. Karena sifatnya ritual maka kegiatannya wajib dilaksanakan
2. Fungsi raker ini adalah mengevaluasi kegiatan dan merencanakan
kegiatan yang akan datang, maka harus ada format yang jelas: a) Draft
laporan kegiatan yang akan dievaluasi; b) Draft program untuk yang akan
datang; dan c) Draft Renstra.
3. Output Raker. Karena ada format di
atas, maka output raker meliputi: a) Laporan kegiatan yang sudah
dilaksanakan b) Rencana yang kegiatan; c) dan Renstra itu sendiri.
Selanjutnya yang menjadi harapannya adalah sbb:
1. Produktif
2. Efesien
3. terwujudnya pedoman kerja.
Mengawali pelaksanaan Raker dibekali beberapa materi oleh 3 Pemateri, meliputi:
1. Prof. DR. H. Nizar, M. Ag., selaku KanKanwil Kemenag DIY menyampaikan Evaluasi penyerapan anggaran tahun 2014.
2. DJPBN, menyampaikan tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran 2015
3. BPKP, menyampaikan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM.
Ada suatu yang menarik penyampaian Kakanwil ketika menjawab
pertanyaan terkait Perdirjen tentang PNBP NR. Beliau mengulas tentang
regulasi tersebut dengan melihat hierarki peraturan perudang-undangan,
bahwa mestinya Dirjen hanya bisa mengeluarkan sejenis surat edaran bukan
dalam bentuk peraturan karena peraturan itu adanya di tingkat Menteri.
Hal ini berakibat pada disfungsi peraturan tersebut ketika bertentangan
dengan Peraturan menteri Keuangan, contoh berdasarkan PMK, Kepala KUA
yang menggunakan kendaraan dinas tidak boleh dibayarkan transportnya
ketika bertugas mengawasi dan mencatat peristiwa pernikahan, sementara
dalam Perdirjen dikemukakan bahwa setiap petugas yang berangkat
diberikan transportnya bahkan dapat diberikan setiap peristiwa. Melihat
keadaan seperti ini, maka yang harus dipedomani adalah PMK. Lain halnya
ketika yang mengatur transport tadi adalah berupa PMA yang setingkat
denga PMK, maka PMA tersebut bisa menjadi dasar dibayarkannya transport
tadi. Beliau menyampaikan hal ini ketika hal serupa terjadi pada
perdirjen yang mengatur jam masuk kerja guru/dosen. Perdirjen yang
dianggap menyalahi itu, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi PMA,
yang pada akhirnya berhasil diperjuangkan.
Yogyakarta, 10 April 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar